Langsung ke konten utama

ETIKA & PROFESIONALISME TSI - UU No.36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

UU No.36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi berserta Contoh Kasus


Berikut adalah bunyi dari UU No.36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi menurut PPID KEMKOMINFO :
Pasal 36
(1)  Perangkat telekomunikasi yang digunakan oleh pesawat udara sipil asing dari dan ke wilayah udara Indonesia tidak diwajibkan memenuhi persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32.
(2)  Spektrum frekuensi radio dilarang digunakan oleh pesawat udara sipil asing dari dan ke wilayah udara Indonesia di luar peruntukannya, kecuali:
a)      untuk kepentingan keamanan negara, keselamatan jiwa manusia dan harta benda, bencana alam, keadaan marabahaya, wabah, navigasi, dan keselamatan lalu lintas penerbangan; atau
b)      disambungkan ke jaringan telekomunikasi yang dioperasikan oleh penyelenggara telekomunikasi; atau
c)      merupakan bagian dari sistem komunikasi satelit yang penggunaannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam penyelenggaraan telekomunikasi dinas bergerak penerbangan.
             (3) Ketentuan mengenai penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Setelah kita mengetahui bunyi dari pasal 36, selanjutnya saya akan membahas sebuah kasus yang melanggar pasal 36, kasus tersebut saya dapat dari http://www.postel.go.id/info_view_c_26_p_2080.htm .



CONTOH KASUS


JUDUL KASUS : Pelanggaran Penyadapan Australia Dari Aspek UU Telekomunikasi Dan UU ITE

(Jakarta, 18 November 2013). Menanggapi sejumlah pemberitaan hari ini terkait dengan beberapa kali tindakan penyadapan yang dilakukan oleh Australia terhadap sejumlah pejabat pemerintah Indonesia, bersama ini disampaikan sikap dan pandangan Kementerian Kominfo sebagai berikut:
1.      Kementerian Kominfo searah dengan penyataan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dalam jumpa persnya pada tanggal 18 November 2013 sangat menyesalkan tindakan penyadapan yang dilakukan oleh Australia.
2.  Untuk langkah selanjutnya, Kementerian Kominfo akan menunggu langkah-langkah berikutnya dari Kementerian Luar Negeri mengingat penanganan masalah tersebut “leading sector”-nya adalah Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.
3.   Sikap sangat keprihatinan dan sangat kecewa yang ditunjukkan oleh Kementerian Kominfo ini selain berdasarkan aspek hubungan diplomatik, juga karena mengacu pada aspek hukum, karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, yaitu UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
4.  Pasal 40 UU Telekomunikasi menyebutkan, bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melaiui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun. Demikian pula Pasal 31 ayat UU ITE menyebutkan ayat (1) bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik dalam suatu komputer dan / atau elektronik tertentu milik orang lain; dan ayat (2) bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu komputer dan / atau dokumen elektronik tertentu milik orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apapun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan dan / atau penghentian informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik yang sedang ditransmisikan.
5.      Memang benar, bahwa dalam batas-batas dan tujuan tertentu, penyadapan dapat dimungkinkan untuk tujuan-tujuan tertentu tetapi itupun berat pesyaratannya dan harus izin pimpinan aparat penegak hukum, sebagaimana disebutkan pada Pasal 42 UU Telekomunikasi menyebutkan (ayat 1), bahwa penyelenggara jasa telekomunikasi wajib merahasiakan informasi yang dikirim dan atau diterima oleh pelanggan jasa telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang diselenggarakannya; dan ayat (2) bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana, penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta dapat memberikan informasi yang diperlukan atas: a. permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu; b. permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan Undang-undang yang berlaku. Demikian pula kemungkinan penyadapan yang dibolehkan dengan syarat yang berat pula yang diatur dalam Pasal 31 ayat (3) UU ITE yang menyebutkan, bahwa kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejasaan, dan / atau institusi penegak hukum lainnya yang dilakukan berdasarkan undang-undang.
6.  Ancaman pidana terhadap kegiatan penyadapan adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 56 UU Telekomunikasi yaitu penjara maksimal 15 tahun penjara dan Pasal 47 UU ITE yaitu penjara maksimal 10 tahun penjara dan atau denda paling banyak Rp 800.000.000,-
7.    Memang benar, bahwa misi diplomatik asing dimungkinkan untuk memperoleh kekebalan diplomatik sebagaimana diatur dalam UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, seperti disebutkan pada Pasal 16, yang menyebutkan, bahwa pemberian kekebalan, hak istimewa, dan pembebasan dari kewajiban tertentu kepada perwakilan diplomatik dan konsuler, misi khusus, perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa, perwakilan badan-badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan organisasi internasional lainnya, dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional serta hukum dan kebiasaan internasional. Namun demikian, masih di UU tersebut, pada Pasal 17 disebutkan ayat (1) bahwa berdasarkan pertimbangan tertentu, Pemerintah Republik Indonesia dapat memberikan 
pembebasan dari kewajiban tertentu kepada pihak-pihak yang tidak ditentukan dalam Pasal 
16 dan ayat (2) pemberian pembebasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan berdasar pada 
peraturan perundang-undangan nasional. Penjelasan Pasal 17 tersebut di antaranya disebutkan, bahwa pembebasan dari kewajiban tertentu kepada pihak-pihak yang tidak disebutkan dalam Pasal 16 hanya dapat diberikan oleh pemerintah atas dasar kasus demi kasus, demi kepentingan nasional, dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan nasional. Dengan demikian, pemberian imunitas tersebut tidak boleh bertentangan dengan UU yang ada. Sehingga dalam hal ini, jika dugaan pelanggaran penyadapan oleh Australia melalui misi diplomatiknya telah dibuktikan, maka imunitas tersebut dapat dianggap bertentangan dengan UU yang berlaku, dalam hal ini UU Telekomunikasi dan UU ITE.
8.   Kementerian Kominfo sejauh ini berpandangan, bahwa kegiatan penyadapan tersebut belum terbukti dilakukan atas kerjasama dengan penyelenggara telekomunikasi di Indonesia. Namun jika kemudian terbukti, maka penyeleggara telekomunikasi yang bersangkutan dapat dikenai pidana yang diatur daam UU Tekomunikasi dan UU ITE.
9.      Bahwasanya kegiatan penyadapan oleh Australia tersebut sangat mengusik kedaulatan dan nasionalisme Indonesia adalah benar. Namun demikian Kementerian Kominfo melalui siaran pers ini menghimbau agar kepada para hacker untuk tidak melakukan serangan balik kepada pihak Australia. Hal itu selain dapat berpotensi memperburuk situasi, tetapi juga justru berpotensi melanggar UU ITE.
10.  Juga perlu diingatkan kepada publik, bahwa apapun perakitan, perdagangan dan atau penggunaan perangkat sadap yang diperdagangkan secara bebas adalah suatu bentuk pelanggaran hokum, karena bertentangan dengan UU Telekomunikasi. Kementerian Kominfo tidak pernah memberikan sertifikasi perangkat sadap terkecuali yang digunakan oleh lembaga penegak hukum yang disebutkan pada Pasal 40 UU Telekomunikasi dan Pasal 31 UU ITE.Demikian pula anti sadap pun juga illegal, karena Kementerian Kominfo tidak pernah mengeluarkan sertidikat untuk perangkat (baik hard ware maupun software) anti sadap.

Pendapat :
Pada dasarnya kasus diatas telah melanggar banyak UURI dan salah satu pasal yang kita bahas diblok ini terdapat didalam kasus diatas. Sangat memprihatinkan bahwa karena penyadapan ini hubungan diplomatik Indonesia dengan Australia menjadi renggang, kita sebagai Negara Indonesia harus bertindak tegas karna keamanan negara menjadi terancam oleh ulah orang asing. Pada dasarnya kejahatan yang menyalahgunakan telekomunikasi umumnya terjadi karena seseorang yang berprofesi dalam bidang IT umumnya tidak didasari oleh etika di dalam bidangnya. Maka, sebelum melakukan terjun menjadi seorang yang profesional dalam profesi bidang IT tersebut, adakalanya mereka mendapatkan bimbingan dan pengarahan terkait etika dan profesi di dalam bidangnya masing-masing sebelum akhirnya mereka terjun menjadi seorang yang profesional. Atau bisa mempelajari UU No. 36 Tahun 1999 Telekomunikasi.

SUMBER :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengaruh Teknologi Terhadap Kehidupan Sosial

Makalah  Ilmu Sosial Dasar Pengaruh Teknologi Terhadap Kehidupan Sosial Disusun oleh: nama                           : Dewi Oktavianti npm                             : 12113297 kelas                            : 1KA43 Program Study Ilmu Komputer Jurusan  Sistem Informasi UNIVERSITAS GUNADARMA TAHUN 2013 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena rahmat dan hidayah-Nya, penulis diberi kemudahan untuk mengerjakan tugas softskill Ilmu Sosial Dasar dengan judul ” Pengaruh Teknologi Bagi Kehidupan Sosial ”  Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas softskill pada tingkat 1. Penulis menyadari terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini, maka dari itu saran dan kritik sangat diharapkan guna perbaikan penulisan di masa yang akan datang. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses pembuatan karya tulis ini, yaitu : 1.   Allah  S .W.T  yang telah melindung

Review Flim Ex-Machina (2014) dengan Artificial Intelligence (AI)

Sebelumnya mari kita bahas terlebih dahulu mengenai Artificial Intelligence Pengertian Artificial Intelligence (kecerdasan buatan) Kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) istilah yang mungkin akan mengingatkan kita akan kehebatan optimus prime dalam film The Transformers. Kecerdasan buatan memang kerap diidentikkan dengan kemampuan robot yang dapat berperilaku seperti manusia. Definisi Kecerdasan Buatan, Berbagai definisi diungkapkan oleh para ahli untuk dapat memberi gambaran mengenai kecerdasan buatan beberapa diantaranya : Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) merupakan kawasan penelitian, aplikasi dan instruksi yang terkait dengan pemrograman komputer untuk melakukan sesuatu hal yang dalam pandangan manusia adalah cerdas (H. A. Simon [1987]). Kecerdasan Buatan (AI) merupakan sebuah studi tentang bagaimana membuat komputer melakukan hal-hal yang pada saat ini dapat dilakukan lebih baik oleh manusia (Rich and Knight [1991]). Kecerdasan Buatan (AI) merup

Teori Organisasi Umum 1 - Organisasi

ORGANISASI Teori Organisasi Umum 1 Bahan Ajar Bab 5 & Bab 6 TIPE DAN BENTUK ORGANISASI Dalam organisasi di Indonesia saat bermacam -macam bentuk organisasi baik bersifat organisasi kemasyarakatan ,atau organisasi partai politik. Bahkan dalam pemerintahan di katakan organisasi beskala nasional. Karena organisasi itu terdiri dari anggota dan pengurus. Di dalam bentuk organisasi dapat kita bedakan sebagai berikut: 1.       Piramida Mendatar (FLAT) menpuanyai ciri-ciri diantaranya : a)      Jumlah satuan organisasi tidak banyak sehingga tingkat-tingkat hararki kewenangan sedikit. b)      Jumlah pekerja(bawahan) yang harus dikendalikan cukup banyak c)       Format jabatan untuk tingkat pimpinan sedikit karena jumlah pimpinan relatif kecil,di negara kita bisa kita lihat misal nya organisasi kemiliteran. 2.       Piramida Terbalik.             Organisasi piramida terbalik adalah kebalikan dari tipe piramida terbalik adalah jumlah jabatan pimpinan lebih besar