Langsung ke konten utama

Review Flim Ex-Machina (2014) dengan Artificial Intelligence (AI)

Sebelumnya mari kita bahas terlebih dahulu mengenai Artificial Intelligence


Pengertian Artificial Intelligence (kecerdasan buatan)

Kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) istilah yang mungkin akan mengingatkan kita akan kehebatan optimus prime dalam film The Transformers. Kecerdasan buatan memang kerap diidentikkan dengan kemampuan robot yang dapat berperilaku seperti manusia. Definisi Kecerdasan Buatan, Berbagai definisi diungkapkan oleh para ahli untuk dapat memberi gambaran mengenai kecerdasan buatan beberapa diantaranya :
Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) merupakan kawasan penelitian, aplikasi dan instruksi yang terkait dengan pemrograman komputer untuk melakukan sesuatu hal yang dalam pandangan manusia adalah cerdas (H. A. Simon [1987]).
Kecerdasan Buatan (AI) merupakan sebuah studi tentang bagaimana membuat komputer melakukan hal-hal yang pada saat ini dapat dilakukan lebih baik oleh manusia (Rich and Knight [1991]).
Kecerdasan Buatan (AI) merupakan cabang dari ilmu komputer yang dalam merepresentasi pengetahuan lebih banyak menggunakan bentuk simbol-simbol daripada bilangan, dan memproses informasi berdasarkan metode heuristic atau dengan berdasarkan sejumlah aturan (Encyclopedia Britannica).

Lalu setelah ini saya akan memperkenakan flim yang menurut saya sangat bisa menggambarkan Artificial Intelligence



Dimainkan dengan brilian oleh ketiga aktornya, 'Ex Machina' adalah film sci-fi cerdas yang mengeksplorasi lebih jauh tentang kecerdasan buatan dan merupakan film bertema A.I. yang paling akurat hingga saat ini, baik secara logika maupun emosional.



“One day the AI's are going to look back on us the same way we look at fossil skeletons on the plains of Africa.”
— Nathan Bateman

Tema mengenai kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (A.I.) sudah sering diangkat dalam film, misalnya saja (yang terbaru) dalam Chappie dan Her. Namun di tangan Alex Garland yang terkenal dengan skenario inovatifnya dalam film zombie 28 Days Later, tema familiar ini menjadi segar dengan mengambil pendekatan baru. Tak hanya menjadikannya screenplay yang ambisius, namun juga menjadi debut prestisius Garland sebagai sutradara. 

Sama seperti film sci-fi bertema A.I. lainnya, film ini juga membahas tentang eksistensi kecerdasan buatan dan bagaimana posisi mereka di dunia manusia. Apa yang akan terjadi jika kecerdasan buatan tak hanya bisa meyakinkan kita bahwa mereka sama seperti manusia, tapi menyadari bahwa mereka ADALAH manusia dan punya keinginan bertahan hidup yang sama? Pertanyaan inilah yang menjadi premis utama dari skenario Garland. 

Caleb (Domhnall Gleeson) adalah seorang programer dan pegawai kelas bawah di Bluebook, sebuah perusahaan mesin pencari terpopuler di dunia (mirip dengan Google) yang memenangkan kompetisi yang diadakan oleh CEO-nya yang jenius, Nathan (Oscar Isaac). Hadiahnya adalah kesempatan untuk menghabiskan waktu seminggu bersama Nathan di kompleks mewah miliknya di Alaska. 

Sesampainya disana, ternyata Caleb bukan diundang untuk liburan, melainkan melakukan "Turing Test", sebuah pengujian yang dilakukan Nathan untuk mengetes A.I. berteknologi tinggi yang baru dibangunnya dalam wujud robot berwajah cantik bernama Ava (Alicia Vikander). Caleb bertugas untuk melakukan kontak verbal dengan Ava dan menguji kesempurnaan Ava sebagai A.I. yang mirip manusia. 
Ex Machina mendapat respon positif dari banyak kalangan pemerhati film dunia, tetapi bagi saya mungkin penilaian tersebut sedikit overatted. Bukan berarti ia adalah film yang buruk, tidak, tidak sama sekali, malah saya harus mengakui bahwa Garland sudah melakukan sesuatu yang besar untuk debut penyutradaraanya. Saya dapat mengerti visi dan konsep yang ingin diangkat Garland di sini. Ex Machina tidak hanya ingin menyampaikan pesan tentang teknologi yang berubah menjadi horor dan teror yang siap menghukummu jika tak tau bagaimana cara mengendalikan kekuatan besarnya, namun juga ada wilayah abu-abu yang coba di sajikan Garland melalui rangkaian perdebatan berisi dialog-dialog menarik antara Caleb, Nathan dan Ava serta sebuah keraguan dan dilema moral luar biasa dari apa yang kamu lihat dan apa yang kamu rasakan sebagai manusia biasa terhadap sesuatu yang menyerupai dirimu, pertanyaannya, apakah Ava adalah sebuah A.I sempurna yang selama ini hanya menjadi mimpi dunia digital atau ada agenda-agenda lain yang tersembunyi rapat di dalamnya, termasuk pada sang kreatornya, Nathan. Masalahnya, Garland bisa dibilang kurang maksimal mengeksploitasi sisi abu-abu ini, alih-alih melemparkan misteri yang kuat buat penonton untuk terhentak di ujungnya, setiap jawaban dari pertanyaannya yang diberikan seperti sudah terpapang cukup jelas dalam perjalannya, bahkan jauh sebelum klimaks mengejutkan itu datang dan (seharusnya) menghantammu keras.
Kesalahan Garland dalam usahanya membuat Ex Machina menjadi pertunjukan fiksi ilmiah yang menarik adalah karena ia tidak mampu menghadirkan interaksi yang lebih pada relasi Caleb dan Ava dalam usaha memanipulasi penontonnya, saya khususnya. Keduanya terpisah oleh dinding kaca di hampir seluruh durasinya, interaksi yang terjadi hanya sebatas bahasa verbal melalui percakapan dan taya jawab panjang yang awalnya terkesan normatif namun belakangan tercipta kekaguman besar dalam diri Caleb melihat sosok mesin sempurna di hadapannya. Masalahnya, jika kamu senaif karakter Caleb, narasi Ex Machina jelas akan bekerja dengan baik dalam usahanya untuk mengelabuimu melalui rasa kemanusiaan, cinta, obsesi dan kebecian yang menjadi kekuatan sekaligus kelemahan terbesar manusia ketika semua menjadi terasa berelebihan, khususnya buat Caleb dengan kehidupan sosialnya yang menyedihkan. Tetapi sedikit banyak, motif untuk membelokan plotnya ke jalan berbeda yang menjadi lebih suram dan mengerikan  sudah terlihat jelas sejak pertengahan film,
Tidak ada yang terlalu abstrak di sini, tidak ada lapisan cerita rumit, semua motif dan pesannya sudah terpapang jelas di depan hidungmu. Namun meski kurang kuat di narasinya saya menyukai bagaimana Garland mempresentasikan idenya itu. Dihadirkan dalam visual sederhana namun terasa intim layaknya drama-drama indie yang indah. Setiap percakapan segi tiga antara Gleeson dan Issac mengundang rasa ketertarikan tersendiri ketika keduanya terlibat dalam bahasan moral, etika serta keputusan yang diambil. Sementara interaksi Gleeson dan Vikander seharusnya bisa jauh lebih baik lagi, mengingat keduanya punya peranan penting untuk membawa konfliknya, terlebih melihat Vikader bermain dengan sangat baik sebagai Ava yang. Oh ya, jangan lupakan juga penampilan Sonoya Mizuno yang meskipun nyaris tak berbicara, namun kehadirannya mampu mencuri perhatian sebagai asisten pribadi Nathan yang misterius. Bagian terbaik Ex Machina tentu saja adalah klimaksnya, meski sudah bisa diprediksi ke mana ia akan berakhir, namun horor di ujungnya sedikit banyak berhasil meninggalkan sedikit kesan haunting di benak penontonnya.
SUMBER 
http://www.ulasanpilem.com/2015/05/review-ex-machina-2015_21.html
https://en.wikipedia.org/wiki/Ex_Machina_(film)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengaruh Teknologi Terhadap Kehidupan Sosial

Makalah  Ilmu Sosial Dasar Pengaruh Teknologi Terhadap Kehidupan Sosial Disusun oleh: nama                           : Dewi Oktavianti npm                             : 12113297 kelas                            : 1KA43 Program Study Ilmu Komputer Jurusan  Sistem Informasi UNIVERSITAS GUNADARMA TAHUN 2013 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena rahmat dan hidayah-Nya, penulis diberi kemudahan untuk mengerjakan tugas softskill Ilmu Sosial Dasar dengan judul ” Pengaruh Teknologi Bagi Kehidupan Sosial ”  Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas softskill pada tingkat 1. Penulis menyadari terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini, maka dari itu saran dan kritik sangat diharapkan guna perbaikan penulisan di masa yang akan datang. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses pembuatan karya tulis ini, yaitu : 1.   Allah  S .W.T  yang telah melindung

Teori Organisasi Umum (Softskill) - Tugas Hal 33-36

Teori Organisasi Umum (Softskill) - Tugas Contoh Kasus KASUS : PERUSAHAAN TRI-ENERGI             Perusahaan Tri-Energi,sebuah perusahaan minyak, mempunyai “persedian” sekitar lima ribu karyawan sebagai hasil kegiatan penarikkan selama periode kekurangan tenaga kerja. Perusahan telah mengantisipasi bahwa pasar tenaga kerja akan menjadi semakin ketat. Oleh karena itu, perusahaan memutuskan untuk mempersiapkan diri dengan penarikan kelompok pekerja agar kebutuhan yang diantisipasi dapat terpenuhi.             Setelah mempekerjakan para karyawan ekstra perusahan pada dekade selanjutnya secara terus menerus (kontinyu) mengotomatiskan fasilitas – fasilitas produksinya. Selama periode tersebut, meskipun kapasitas produksi berlipat ganda, perusahaan,sebagai akibat otomatisasi. Hanya memerlukanjauh lebih sedikit karyawan untuk mengoperasikan fasilitas –fasilitas. Jadi, keadaanmenjadi berbalik dari antisipasi perusahaan, yaitu bahwa lima ribu karyawan yang telah terlanjur ditarik